WELCOME TO PEST-INSECT-PLANT DISEASE INFO

Serangga memiliki arti penting dalam ekosistem kita. Serangga dapat menjaga aerasi tanah, menyerbukan bunga, mengendalikan serangga-hama dan juga sebagai hama tanaman; serangga juga mampu menguraikan bahan organik, sehingga mengembalikan unsur hara ke dalam tanah. Sepuluh tahun yang lalu terdapat sekitar 750.000 spesies serangga. Saat ini, jumlahnya telah melebihi 1.000.000. Dan menurut sebuah artikel baru-baru ini, Scientific American, ahli entomologi memperkirakan bahwa ada kemungkinan lebih dari delapan juta spesies serangga di Bumi. Jika anda bandingkan dengan sekitar 4.809 spesies mamalia atau 1.500.000 species jamur, maka serangga memiliki populasi yang melebihi kelompok taksonomi hidup lainnya di Bumi.

Friday, February 04, 2011

PERBEDAAN ANTARA NGENGAT, KUPU-KUPU DAN SKIPPERS

Yos F. da Lopes
Jurusan Manajemen Pertanian Lahan Kering (MPLK) Politeknik Pertanian Negeri Kupang
Jl. Adisucipto Penfui P. O. Box. 1152 Kupang 85011 - Nusa Tenggara Timur


Seperti serangga pada umumnya, ngengat (moth), kupu-kupu (butterfly), dan skippers memiliki eksoskeleton dan tungkai bersendi, tetapi tidak seperti serangga lainnya, ketiga serangga ini memiliki sayap membranous (berselaput) dan ditutupi sisik berpigmen, oleh karena itu, dalam taksonomi disebut "Lepidoptera," atau "sayap bersisik." Ngengat, biasanya memiliki pola dan warna yang polos, aktif pada malam hari. Kupu-kupu, memiliki pola dan warna yang mencolok dan aktif pada siang hari. Skippers, berada pada tahap peralihan dari karakteristik baik ngengat maupun kupu-kupu. Gabungan ngengat, kupu-kupu, dan skippers mencapai dua ratus ribu spesies yang tersebar di seluruh dunia dan lebih dari 10.000 spesies terdapat di Kanada, Amerika Serikat, dan Meksiko utara. Spesies ngengat lebih banyak daripada gabungan antara spesies kupu-kupu dan skippers, dengan perbandingan sekitar 8:1. Kupu-kupu dan skippers adalah kelompok monofiletik dalam Lepidoptera, tapi "ngengat" adalah kelompok paraphyletic (Troy, 2004c).

MOLTING PADA SERANGGA: BAGAIMANA ITU TERJADI?

ALASAN - PROSES - PENGATURAN DAN PENGENDALIAN HORMON

Yos F. da Lopes - Jurusan Manajemen Pertanian Lahan Kering (MPLK) Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Jl. Adisucipto Penfui P. O. Box. 1152 Kupang 85011 - Nusa Tenggara Timur


Molting atau sebut saja “pergantian kulit” adalah suatu proses yang kompleks dan dikendalikan oleh hormon-hormon tertentu dalam tubuh serangga. Molting meliputi  lapisan kutikula dinding tubuh, lapisan kutikula trakea, foregut, hindgut, dan struktur endoskeleton (McGavin 2001; Triplehorn & Johnson, 2005). Molting dapat terjadi sampai tiga atau empat kali, bahkan pada beberapa serangga tertentu, molting dapat terjadi sampai lima puluh kali atau lebih selama hidupnya (McGavin, 2001).

Mengapa serangga perlu melakukan molting atau pergantian kulit?

Serangga, termasuk arthropda lainnya (kalajengking, udang, lobster, dan lain-lain), memiliki kerangka luar yang disebut dengan eksoskeleton. Dalam pertumbuhannya, serangga akan tiba pada titik dimana otot-otot tubuhnya tidak cukup kuat untuk mengangkat massa eksoskeletonnya. Exoskeleton ini menutupi sekeliling tubuhnya, tetapi tidak dapat tumbuh. Jadi, tubuh serangga mengalami pertumbuhan (penambahan volume dan massa) tetapi eksoskeletonnya tetap pada konstruksinya atau tidak mengalami pertumbuhan. Akibatnya, serangga harus melakukan molting beberapa kali selama hidupnya agar tetap eksis dan “survive” atau bertahan hidup untuk meneruskan generasinya, suatu bentuk adapatasi yang tidak hanya rumit tetapi juga sungguh luar biasa dan mengagumkan.

Bagaimana proses molting ituterjadi?

Proses molting pada serangga, setidaknya, melewati tiga tahap, yaitu apolysis, ecdysis, dan sklerotinisasi. Ketiga tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Gambar 1)
  1. Apolysis ― Pelepasan kutikula lama. Pada tahap ini, hormon molting dilepaskan ke dalam haemolymph dan kutikula lama terpisah dari sel epidermis yang berada di bawahnya. Ukuran epidermis akan meningkat karena mitosis dan kemudian kutikula baru dihasilkan. Enzim yang disekresikan oleh sel epidermis mencerna endokutikula lama.
  2. Ecdysis ― Pembentukan kutikula baru. Tahap ini dimulai dengan pemisahan kutikula lama, biasanya dimulai pada garis tengah sisi dorsal thoraks. Pemisahan terjadi,terutama, karena tekanan haemolymph yang dipaksa masuk menuju thoraks oleh kontraksi otot abdomen yang disebabkan karena serangga menerima udara atau air. Setelah ini, serangga akan  keluar dari kutikula lama.
  3. Sclerotinisasi ― Pengerasan kutikula baru. Kutikula baru yang baru terbentuk, sangat lembut dan pucat sehingga ini merupakan saat yang sangat rentan bagi serangga. Dengan demikian, serangga harus melakukan pengerasan (hardening) terhadap kutikula baru tersebut. Sklerotinisasi terjadi setelah satu atau dua jam, dimana eksokutikula akan mengeras dan menjadi gelap. Pada serangga dewasa, sayap akan berkembang karena kekuatan haemolymph yang masuk melalui vena sayap (McGavin, 2001; Triplehorn & Johnson, 2005).

SEPERTI APAKAH SERANGGA MELAKUKAN MOLTING? SIMAK SAJA VIDEONYA

MOLTING PADA CICADA (HOMOPTERA: CICADIDAE)



VIDEO TELAH DIPERCEPAT HINGGA 200 KALI
 

Original Source:

VIDEO TELAH DIPERCEPAT HINGGA 200 KALI

Thursday, February 03, 2011

BEBERAPA FAKTA TENTANG SERANGGA

  1. Ngengat terbesar di dunia - ngengat atlas (the atlas moth) - memiliki lebar sayap sekitar 12 inci; yang terkecil - ngengat kerdil (pygmy moth) - memiliki lebar sayap sekitar sepersepuluh inci.
  2. Kupu-kupu terbesar - the goliath birdwing - memiliki lebar sayap sekitar 11 inci; yang terkecil - yang pygmy biru (the pygmy blue) - memiliki lebar sayap sekitar ¼ inci.
  3. Kupu-kupu raja (the monarch butterfly) memegang rekor untuk perjalanan serangga terjauh, bersama beberapa populasi di timur Pegunungan Rocky bermigrasi sebanyak 2.500 mil, dari Kanada selatan menuju Meksiko tengah, pada musim gugur tahun ini.
  4. Ulat beberapa spesies kupu-kupu hidup di antara semut dalam hubungan komplementer yang dikenal sebagai "mutualisme." Ulat menghasilkan cairan manis yang disukai semut hitam sebagai sumber makanannya, dan semut mengusir predator yang memangsa ulat tersebut.

    Sunday, January 30, 2011

    REGULASI ENDOKRIN PADA MOLTING SERANGGA

    Oleh: Yos F. da Lopez


    Pertumbuhan dan perkembangan serangga diselingi oleh periode molting yang diatur oleh steroid 20-hydroxyecdysone (20HE, hormon molting, ecdysterone) dan JH sesquiterpenoid (Klowden, 2007). Pada tahap dewasa, kedua hormon ini juga terlibat dalam pengaturan pematangan reproduksi (Dhadialla et al., 1997).

    Molting dan metamorfosis telah dipelajari secara ekstensif pada beberapa serangga (Nijhout, 1994; Riddiford, 1994, 1996b). Molting diawali dengan terpisahnya sel epidermis dari kutikula lama, dikenal dengan apolysis, dan berakhir dengan pembuangan kutikula lama, dikenal dengan ecdysis (Gambar 1).

    Proses molting diawali dengan peningkatan titer 20HE dan diakhiri dengan penurunan titer 20HE dan pelepasan hormon eclosion (Klowden, 2007). Peningkatan titter 20HE mengakibatkan epidermis terpisah dari kutikula lama (dikenal dengan apolysis) sehingga menciptakan ruangan antara kutikula dan epidermis (ruang eksuvial), selanjutnya ruang exuvial ruang diisi oleh cairan molting yang mengandung enzim inaktif, chitinolytic (chitinase dan protease) yang mampu mencerna kutikula lama begitu teraktivasi (Klowden, 2007). Sementara itu, sel-sel epidermis terorganisir kembali untuk sintesis sejumlah besar protein serta sekresi epikutikula dan kutikula baru. Setelah titer 20HE mulai menurun, enzim dalam cairan molting diaktifkan untuk memulai proses pencernaan prokutikula (unsclerotized endocuticle). Setelah proses ini selesai, cairan molting diresorpsi dan pengerasan pra-ecdysial kutikula baru berlangsung (Reynolds, 1987). Akhir dari proses, ketika titer 20HE menurun ke tingkat basal, kutikula lama terlepas (ecdysis) yang diawali dengan pelepasan crustacean cardioaktive peptide (CCAP), hormon eclosion dan ecdysis-triggering hormone, yang bersama-sama bertindak atas sejumlah target dalam memastikan selesainya proses molting (Hsu, 1991; Klowden, 2007). Hormon Eclosion (EH) menginisiasi pelepasan CCAP dari sel-sel ventral ganglion yang menonaktifkan perilaku pre-ecdysis dan bersama-sama dengan EH mengaktifkan perilaku ecdysis. CCAP bertanggung jawab sebagai motor pemicu dalam menyelesaikan ecdysis. EH juga terlibat dalam bursicon untuk pengerasan kutikula (Klowden, 2007). Setelah proses molting selesai, kegiatan makan dilanjutkan kembali dan deposisi endocuticular terus berlanjut selama periode intermolt (Dhadialla et al., 1997).