Oleh: Yos F. da Lopez
Pertumbuhan dan perkembangan serangga diselingi oleh periode molting yang diatur oleh steroid 20-hydroxyecdysone (20HE, hormon molting, ecdysterone) dan JH sesquiterpenoid (Klowden, 2007). Pada tahap dewasa, kedua hormon ini juga terlibat dalam pengaturan pematangan reproduksi (Dhadialla et al., 1997).
Molting dan metamorfosis telah dipelajari secara ekstensif
pada beberapa serangga (Nijhout, 1994; Riddiford, 1994, 1996b). Molting diawali
dengan terpisahnya sel epidermis dari kutikula lama, dikenal dengan apolysis,
dan berakhir dengan pembuangan kutikula lama, dikenal dengan ecdysis
(Gambar 1).
Proses molting diawali dengan peningkatan titer
20HE dan diakhiri dengan penurunan titer 20HE dan pelepasan hormon eclosion (Klowden, 2007). Peningkatan
titter 20HE mengakibatkan epidermis terpisah dari kutikula lama (dikenal dengan
apolysis) sehingga menciptakan ruangan antara kutikula dan epidermis (ruang
eksuvial), selanjutnya ruang exuvial ruang diisi oleh cairan molting yang
mengandung enzim inaktif, chitinolytic (chitinase dan protease) yang mampu mencerna
kutikula lama begitu teraktivasi (Klowden, 2007). Sementara itu, sel-sel
epidermis terorganisir kembali untuk sintesis sejumlah besar protein serta
sekresi epikutikula dan kutikula baru. Setelah titer 20HE mulai menurun, enzim
dalam cairan molting diaktifkan untuk memulai proses pencernaan prokutikula
(unsclerotized endocuticle). Setelah proses ini selesai, cairan molting
diresorpsi dan pengerasan pra-ecdysial kutikula baru berlangsung (Reynolds,
1987). Akhir dari proses, ketika titer 20HE menurun ke tingkat basal, kutikula
lama terlepas (ecdysis) yang diawali dengan pelepasan crustacean cardioaktive peptide (CCAP), hormon eclosion dan ecdysis-triggering hormone, yang bersama-sama
bertindak atas sejumlah target dalam memastikan selesainya proses molting (Hsu,
1991; Klowden, 2007). Hormon Eclosion (EH) menginisiasi pelepasan CCAP
dari sel-sel ventral ganglion yang menonaktifkan perilaku pre-ecdysis dan
bersama-sama dengan EH mengaktifkan perilaku ecdysis. CCAP bertanggung jawab sebagai motor pemicu dalam
menyelesaikan ecdysis. EH juga terlibat dalam bursicon untuk pengerasan kutikula (Klowden,
2007). Setelah proses molting selesai, kegiatan makan dilanjutkan kembali dan
deposisi endocuticular terus berlanjut selama periode intermolt (Dhadialla et
al., 1997).
Pertumbuhan
dan perkembangan serangga diatur oleh 20HE,
JH, EH, dan neurohormonnya lainnya (Klowden, 2007).
Perubahan morfologi dan ultra-struktural yang terjadi pada epidermis selama
pertumbuhan dan perkembangan serangga tergantung pada pengaturan ekspresi gen
dengan titer yang berbeda dari 20HE dengan ada atau tanpa JH (Riddiford, 1996).
Setiap gangguan dalam homeostasis dari satu atau lebih hormon ini dengan sumber
eksogen dari hormon atau dengan analog sintetis (agonis atau antagonis) akan
mengakibatkan gangguan atau pertumbuhan dan pengembangan yang abnormal pada
serangga sasaran. Demikian pula, setiap gangguan pada hormon-hormon yang
terlibat dalam sintesis dan/atau resorpsi kutikula akan merugikan kelangsungan
hidup pada tahap perkembangan yang terpengaruh (Dhadialla et al., 1997)
REFERENSI:
- Dhadiallla TS, Carlson GR, Le DP. 1997. New insecticides with Ecdysteroidal and Juvenile Hormone Actifity. Annu. Rev. Entomol. 1998. 43:545-69.
- Klowden MJ. 2007. Physiological Systems in Insects. Second Edition. Academic Press, Elsevier. Burlington, 01803, USA. 688p.
- Nijhout HF. 1994. Insect Hormones. Princeton, NJ: Princeton Univ. Press. 267 pp.
- Reynolds SE. 1987. The cuticle, growth and moulting in insects: the essential background to the action of acylurea in¬secticides. Pestic. Sci. 20:131–46.
- Riddiford LM. 1994. Cellular and molec¬ular actions of juvenile hormone I. Gen¬eral considerations and premetamorphic actions. Adv. Insect Physiol. 24:213–74.
- Riddiford LM. 1996. Molecular aspects ofjuvenile hormone action in insect meta¬morphosis. In Metamorphosis, ed. LI Gilbert, pp. 223–51. London: Academic
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.